Bekal Pertama
Ghaizka menatap bekal yang akan diberikan untuk Hanif pagi ini, sebelum ia menutup kotak makan nya. Ia tersenyum tipis menatap mahakarya nya yang membuat Bi Minah, ART dirumahnya geleng-geleng kepala karena dapurnya yang seperti kapal pecah. Ghaizka menutup kotak makan tersebut dan memasukkan nya ke dalam Tote bag miliknya. Ghaizka menoleh ke arah Bi Minah dan tersenyum lebar.
“Bi, jangan bilang bunda ya? hehe.. ” ucapnya dengan nada pelan takut membangunkan bunda nya yang masih tertidur. Ghaizka lalu langsung berjalan ke arah teras rumah untuk mengenakan sepatu dan segera berangkat ke sekolah.
Pagi ini Ghaizka berangkat menggunakan ojek online, karena teman nya sudah mempunyai antar jemputnya masing masing. Sedangkan sopir kepercayaan keluarga Ghaizka pun masih cuti. Terpaksa ia harus menggunakan ojek online agar sampai di sekolahnya. Ojek online yang barusan ia pesan pun sudah datang, lalu ia segera naik untuk berangkat ke sekolahnya.
Sesampainya di depan gerbang sekolah ia berdiri untuk menunggu kedatangan Sastra yang akan di pintai tolong untuk menyampaikan bekal untuk Hanif yang ia siapkan. Saat matanya memindai keadaan sekeliling, pupil matanya jatuh pada pemandangan lelaki berperawakan tinggi yang menjadi favorit nya akhir-akhir ini. Ya, Hanif. Lelaki yang spesial menurutnya. Hanif baru saja turun dari mobil nya dan berdiri di depan halte samping gerbang sekolahnya yang berseberangan dengan sekolah Ghaizka
Ghaizka langsung melambaikan tangan nya dengan semangat berharap Hanif menyadarinya. Sang Objek pun menyadari nya dan membalas tatapan mata milik Ghaizka sekilas lalu langsung melenggang pergi masuk ke dalam area sekolahnya. Ghaizka menekuk wajahnya karena melihat respon Hanif barusan. Lalu Ghaizka mengalihkan pandangan nya menatap Sastra yang membonceng sahabatnya, Abey.
“Akhirnya lo dateng juga, lama banget sih.. tar bekel nya keburu dingin tau. Nih, gece kasih ke Hanif jangan lempar ke siapa siapa kalo ga dikasih awas aja lo,” oceh Ghaizka kepada Sastra saat menghampiri ke pasangan tersebut, lalu menyerahkan tote bag yang berisi kotak makan untuk Hanif itu.
“Buset dah ges, ini gua baru aja sampe belom juga napas udah lo sembur aje. Iya iya langsung gua kasih, tar gua kabarin apa pap orang nya ye,” ucap Sastra pasrah sambil menerima tote bag yang Ghaizka berikan.
“Makasih ya Sastra, gue restuin deh lo sama bestie gue. Dah yaa gue masuk byee,” ucah Ghaizka berpamitan kepada Sastra yang disusul oleh sahabatnya Abey.
Ghaizka menggandeng tangan Abey sambil berjalan menyusuri area lorong sekolah yang ramai akan siswa siswa yang baru datang. Abey pun menatap ke arah Ghaizka yang terlihat sumringah.
“Lo sesuka itu sama Hanif? inget ya ges, jangan sampe lo di bego begoin. Suka boleh, tapi harus pinter pinter. Jaga harga diri lo, kalo emang dia udah nunjukkin dia ga tertarik sama lo, udah. Tinggalin ya? lo cantik ges, sayang kalo lo jadi bego.” ujar Abey sambil memperhatikan Ghaizka yang berjalan di samping nya. Ghaizka langsung menoleh menatap ke arah Abey sambil menampilkan senyum lebar yang menunjukkan gigi rapi nya.
“iyaa iyaa Abey sayang, gue bakal lakuin itu okeyy? Don't worry about me.” Balas Ghaizka dengan nada lembut berusaha menenangkan kekhawatiran sahabatnya tersebut. Abey hanya menggeleng geleng heran menatap respon sahabatnya ini. Lalu keduanya masuk ke dalam kelasnya bersamaan.
Sebenernya, Hanif udah nolak gue mentah mentah Bey.. Tapi gue mau berusaha dapetin hati dia. Batin Ghaizka.
tanpapena