Good Luck
Tiga puluh menit sudah Alula menunggu kedatangan Kadip yang mengajaknya bertemu kemarin. Alula bolak-balik memeriksa jam tangannya dan menoleh ke arah pintu cafe menunggu kedatangan Kadip. Beberapa kali Alula menghembuskan napas berat, mood nya seketika memburuk. Setelah sekian lama, terdengan suara derap langkah terburu-buru memasuki cafe. Alula menoleh ke arah sumber suara tersebut. Ya, benar saja ia adalah Kadip yang sedang berjalan terburu-buru menghampiri Alula.
“Sorry banget, tadi macet. Lo udah nunggu lama ya? Sorry,” Ucap Kadip sedikit merasa bersalah dan lang menempati kursi kosong di hadapan Alula.
“Lama, gue ga bakal mau ketemu lo lagi. To the point aja, ada apa?” tanya Alula langsung ke intinya.
“Sebelumnya gue mau minta maaf soal apa yang terjadi sama lo, gue udah dikasih tau sama ibun kalo akhirnya lo nurutin kemauan ibun buat cerai sama Gavra, makasih ya? Karena anak ini juga butuh ayah,” Kadip menjawab dengan lugas sambil menatap lurus ke arah Alula di hadapannya.
Alula mengambil gelas minumannya dan meminumnya perlahan-lahan sambil mengangguk-nganggukkan kepalanya. Setelah meletakkan kembali ke atas meja, Alula melipat kedua tangannya dan menyilangkannya di depan dada.
“Lo yakin? Itu anak Gavra?” Alula bertanya memastikan. Kadip mengangguk tanpa ragu.
“Sebenernya gue yakin lo tau sih, cuma emang sengaja aja pengen komporin permasalahan rumah tangga gue. Alias nyenggol. Kalo lo emang mau rusak rumah tangga gue, lo salah orang sih, Dip.” Alula menyandarkan badannya pada kursi sambil berbicara dengan nada santai pada Kadip.
“Maksud lo?” Kadip menegakkan badannya dan bertanya.
“Gue ga ngerti lo pura pura bego atau emang bego beneran, Dip. Gue tau semua apa yang Gavra lakuin, sama siapa dia ketemu, dia kemana aja. Gue percaya sepenuhnya sama dia, dan dia jaga kok kepercayaan gue. Gue sih ketawa aja liat lo kaya gini, bahkan hotel yang lo pake waktu lo mabok dan nelfon Gavra buat jemput, segala nomor laki gue lo jadiin emergency call itu hotel punya perusahaan ayahnya Gavra. So, dia bisa akses cctv atau apapun lah yang bisa nguatin bukti kalo itu bukan anak dia, lo salah orang Dip,” Alula terkekeh kecil di sela-sela perkataannya.
Kadip terdiam mendengar penjelasan panjang lebar yang dituturkan Alula. Kadip mulai merasa gugup sambil meremas tangannya sendiri. Alula memperhatikan gerak-gerik Kadip dan hanya tersenyum tipis. Alula kembali duduk tegak dan mengambil minuman yang ia pesankan untuk Kadip.
“Kadang lo harus ada di posisi gue dulu, biar tau rasanya. Sebenernya gue ga peduli sih, karena yang gue peduliin cuma harga diri. Kadang perempuan itu ga punya apa apa selain harga diri, dan itu yang harus lo pertahanin. Nih gue kasih tau, ini minuman lo. Gue pesenin tadi.” Alula mengangkat gelas minuman milik Kadip dan mengarahkan ke depan Kadip.
Baru saja Kadip ingin menerima gelas yang Alula berikan kepadanya, namun gelas itu langsung meluncur jatuh di atas pahanya membuat minuman tersebut membasahi bagian bawah baju Kadip.
“Ups, sorry. Tangan gue licin, tandanya lo ga boleh sembarangan pegang barang punya orang lain. Lo coba nonton Layangan putus atau The World of Marriage deh, lo butuh kayaknya buat belajar.” Alula merapikan tas nya sambil berbicara dengan Kadip yang sibuk membersihkan pakaian nya.
“Maksud lo apa sih?! Gila ya lo!” Kadip merengut kesal. Alula berdiri dari kursinya dan membungkukan badannya mendekati Kadip seperti ingin membisikkan sesuatu.
“Gue saranin, mending lo ngaku ke ibun sekarang sebelum telat atau lo nanti malu seumur hidup di depan banyak orang yang lo kenal. Good luck,” bisik Alula di dekat telinga Kadip, sebelum ia melenggang pergi meninggalkan tempat tersebut.