Malam Panjang
Mendengar suara mesin mobil memasuki pekarangan rumahnya, Alula buru-buru mengenakan lipstain yang baru saja dikirim sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Ia melepaskan ikat rambutnya dan membiarkan rambut panjangnya tergerai. Alula segera keluar dari kamarnya setelah menyemprotkan sedikit parfum di tubuhnya menuju pintu utama rumahnya untuk menyambut Sang Suami yang pulang.
Saat ia membuka kan pintu, Gavra sudah berdiri tegak di hadapannya baru saja ingin mengetuk pintunya. Gavra tersenyum ke arah Alula sambil memperhatikan istrinya dari ujung kaki hingga ujung kepalanya tanpa berkedip.
“Kenapa kok gitu banget ngeliatinnya? Aku jelek ya?” tanya Alula mendapati Gavra yang sedang mengamatinya lamat-lamat.
“Are there words that can describe more than beautiful? If so, it's you,” matanya menggelap saat Gavra berbicara itu pada Alula.
Gavra langsung mengulurkan tangannya ke pinggang ramping milik Alula dan menariknya lebih dekat. Tanpa basa-basi, Gavra langsung menempelkan bibir nya dengan bibir tebal Alula dan melumatnya lembut. Ia tidak peduli ada yang melihat atau tidak karena pintu rumah yang masih terbuka, yang ia mau malam ini hanya Alula.
Tangan Alula pun dengan berani menggantung di leher Gavra sambil ia mengusap-usap rambut Gavra. Alula mulai mengimbangi ciuman Gavra dengan perlahan walaupun ia sedikit kewalahan. Gavra menutup pintu rumahnya dengan kakinya yang panjang, lalu perlahan ia mengangkat badan Alula dan menggendongnya seperti bayi koala tanpa sedetikpun melepaskan ciumannya.
Gavra membawanya ke arah dapur, lalu ia menduduki Alula di meja Pantry. Lumatan lembut berubah menjadi lebih menuntut, membuat Alula semakin kewalahan dibuatnya. Alula masih berusaha mengimbangi lumatan-lumatan Gavra dan membuat benang benang saliva diantara keduanya. Keduanya mulai mengeluarkan lenguhan kecil membuat suasana semakin panas.
Gavra sesekali menggigit bibir bagian bawah Alula, membuat Alula mencengkram kuat bahu Gavra. Pasangan suami istri itu terus bercumbu dengan panas di tambah hanya ada mereka dalam rumah itu, membuat mereka semakin leluasa melakukan apapun berdua dimanapun mereka mau. Merasa pasokan oksigen di paru-paru mulai menipis, Gavra melepaskan tautannya perlahan.
“The air is yours, baby,” Gavra berbisik sambil menyatukan dahi mereka.
Alula langsung menghirup dalam-dalam udara dan mengatur napasnya yang tidak beraturan. Sedangkan Gavra tidak mau melewatkan kesempatan, ciumannya turun ke leher jenjang nan mulus milik alula sambil memberikannya beberapa tanda kemerahan, tangannya pun tidak ia tinggal diam ia gunakan untuk mengelus-elus paha mulus Alula hingga dress mini nya sedikit tersingkap.
“Gav jangan banyak-banyak kasih tandanya, aku besok ada acara,” Alula berbicara dengan nada pelan sambil memejamkan matanya menikmati aktivitas Gavra di lehernya.
“Kamu inget pertama kali aku bikin tanda di leher kamu? Mulai sejak itu, aku tandain kamu cuma milik aku. Dan sampe seterusnya, you’re mine.” Gavra menghentikan aktivitas di leher Alula saat berbicara, tatapannya tajam menatap manik mata Alula, membuat Alula sedikit merinding. Alula hanya bisa mengangguk menanggapi pernyataan Gavra.
“Biar semua orang tau, kamu udah jadi milik aku,” Bisik Gavra lagi sambil ia kembali menghujani leher mulus Alula.
Gavra perlahan menggendong Alula lagi dan membawanya ke kamar. Sesampainya di dalam kamar Ia langsung menjatuhkan badan Alula di atas kasur dan menindihnya. Alula kembali mengalungkan kedua tangannya di leher Gavra dan membalas ciuman Gavra yang semakin dalam.
“Lipstain nya bagus, terbukti ga luntur babe. Kalo abis, bilang ya? Biar aku beliin lagi, bibir kamu jadi lebih manis. Aku suka,” Gavra menatap wajah Alula yang berada di bawahnya dan mengusap pipinya lembut.
Tangannya perlahan menurunkan tali dress dari bahu Alula sambil mengecupi rahang milik Alula hingga ke bahunya. Tattoo berbentuk bunga menjadi spot favorit nya, karena tattoo tersebut yang dibuat ketika mereka berbulan madu di Jerman, membuat Alula terlihat lebih seksi.
Setelahnya, mereka melewati malam panjang yang membahagiakan keduanya.