Berbeda
Setelah membalas pesan untuk Hanif, Ghaizka langsung merapikan buku-bukunya lalu memasukkan nya ke dalam tas sekolah miliknya, ia segera berpamitan dengan Abey, sahabatnya yang kebetulan satu kelas dengan nya dan meminta nya untuk menyampaikan kepada dua sahabatnya lagi yang terpisah kelasnya. Lalu, Ghaizka segera berlari kecil keluar dari kelas nya menuju gerbang sekolah agar tidak membuat Hanif menunggu dengan lama.
Ghaizka berdiri di depan gerbang sekolahnya lalu matanya menuju ke arah halte di depan SMAN Harapan Indah, sekolah Hanif. Senyumnya mengembang ketika menatap lelaki dengan tubuh jangkuk berdiri di halte dengan hoodie hitam nya sambil memainkan hapenya. Ghaizka melambaikan tangan nya ketika matanya bertemu dengan bola mata hazel milik Hanif lalu ia segera berlari menyebrang dengan hati-hati menuju halte seberang.
“Hai kak, sorry lo udah nunggu lama?” tanya Ghaizka membuka pembicaraan. Hanif pun langsung menegakkan badan nya saat Ghaizka menghampirinya dengan nafas yang terengah engah.
“Jangan lari lain kali, inget lo nyebrang. Gue belum nunggu lama kok,” jawab Hanif dengan nada datar namun Ghaizka tau bahwa Hanif menghawatirkan nya.
Ghaizka mengangguk ngangguk pelan, lalu menyerahkan tote bag berisi hoodie hitam yang Hanif pinjamkan kala itu dan kotak bekal di atas nya dengan plastik yang berbeda. Hanif langsung menerima tote bag yang Ghaizka berikan lalu membuka nya untuk melihat isinya.
“Itu hoodie lo udah gue cuci dan di setrika, sama bekal makan siang jangan lupa dimakan ya,” jelas Ghaizka dengan nada semangat sambil memperhatikan wajah Hanif yang tanpa ekspresi.
“Oh iya kak, tadi kan gue mata pelajaran B.Inggris 2 kali di awal pagi sama tadi sebelum pulang. Pokoknya gue fokus banget deh, eh di jam terakhir pas sebelum pulang tuh ada kuis dadakan gitu, lo tau ga gue dapet nilai berapaa..?” Ghaizka bercerita dengan sangat semangat di hadapan Hanif, namun Hanif hanya menampilkan wajah datar seakan akan tidak tertarik dengan cerita Ghaizka barusan. Hanif mengangkat kedua bahunya acuh menanggapi pertanyaan Ghaizka barusan.
“Gue dapet nilai tertinggi, pokoknya gue cuma salah satu doang. Bangga ga lo? liat kan progress guee” lanjut Ghaizka dengan semangat lalu ia menunggu respon Hanif.
“Iya, bagus. Gue balik duluan, lo hati-hati,” ucap Hanif datar lalu segera berbalik badan dan melenggang pergi meninggalkan Ghaizka yang masih berdiri di tempat yang sama. Perempuan mungil itu menghela napas panjang melihat respon Hanif yang sedikit membuat dadanya sesak.
Tanpa ia sadari sepasang mata memperhatikan kejadian Ghaizka dan Hanif di halte bus, lalu segera menghampiri Ghaizka yang masih berdiri membeku di tempat. Lelaki tersebut menghentikan sepeda motornya di depan halte tepat di samping Ghaizka. Ghaizka pun menoleh dan sedikit terkejut melihat lelaki dengan wajah yang tertutup helm tersebut dengan tatapan bingung.
“Cepet naik, bener kan apa kata gue? Hanif ga nganter lo balik,” ucap Genta sambil sedikit terkekeh meledek. Ghaizka pun menekuk wajahnya mendengar perkataan Genta.
“Apaan si lo, dahlah badmood gue” Ghaizka kesal, lalu ia segera menerima helm yang Genta ulurkan untuknya dan segera mengenakan nya. Genta tersenyum puas menatap Ghaizka yang sedang naik ke atas motor dari kaca spion. Menyadari dirinya sedang di perhatikan, Ghaizka langsung memukul bahu Genta.
“Apa lo?! Jalan buru” ucap Ghaizka dengan kesal lalu Genta pun menggeleng geleng heran lalu segera menjalankan motornya mengantar Ghaizka pulang.
Dari jauh, Hanif memperhatikan Ghaizka yang di antar pulang oleh Genta. Sedikit rasa sesak di dadanya dan perasaan bersalah tidak mengantarkan nya pulang, dan malah meninggalkannya. Namun Hanif harus mempertahankan sikapnya karena tidak mau membuat Ghaizka semakin jatuh padanya, yang akan menyakiti Ghaizka pada akhirnya.
'Maaf sekali lagi, Ghaizka.' batin Hanif.
_tanpapena