write.as/tanpapena

— 1O

Megan membuka pagar rumahnya dengan terburu-buru setelah Deehan mengirimkannya pesan bahwa ia sudah sampai di depan rumahnya. Deehan menurunkan kaca mobilnya dan tersenyum menatap Megan yang melangkah dengan cepat menghampiri mobilnya.

“Sini masuk dulu, gue juga ada yang ketinggalan,” ujar Deehan menyuruh Megan masuk kembali ke dalam Mobil.

Megan mengerutkan keningnya bingung, lalu menuruti permintaan Deehan dan segera membuka pintu mobilnya serta masuk ke dalam mobil. Duduk di kursi penumpang bagian depan tepat di samping Deehan. Disampingnya, Deehan tersenyum memperhatikan Megan yang baru saja duduk dan menutup pintunya.

“Nih, Liptint lo. Warna nya bagus, coba dong pake,” Deehan menyerahkan Liptint yang tertinggal milik Megan.

“Nanti lo jatuh cinta liat gue pake liptint nya,” Megan menerima Liptint nya yang Deehan berikan lalu tersenyum menoleh Deehan disampingnya.

“Emang jatuh cinta,” ucap Deehan dengan santai, membuat Megan tertegun.

Megan mengalihkan pandangannya, “Coba pake gue mau liat,” lanjut Deehan.

Megan membuka tutup Liptint nya dan mengoleskan nya sedikit ke permukaan bibirnya. Deehan tersenyum memperhatikan Megan. Setelah selesai memakainya, Megan segera memasukkannya kembali Liptint nya ke dalam tas nya.

“Oh iya, tadi lo ketinggalan ap— “ pertanyaan Megan terputus akibat pergerakan tangan Deehan yang menangkup pipi kanan Megan dan menempelkan bibirnya ke bibir Megan.

Megan membelalakan matanya, berusaha mencerna apa yang sedang terjadi sekarang. Jantungnya berdegup sangat kencang saat Deehan mulai menggerakkan bibirnya melumat bibir Megan dengan sangat lembut tanpa adanya tuntutan. Tangan Megan pun beralih memegangi bahu kanan Deehan dan meremasnya pelan.

Deehan melepaskan pagutannya sepihak, lalu membuka matanya yang sedari tadi terpejam. Ia memperhatikan wajah Megan di hadapannya dan mengelus pipinya lembut. Merasa di perhatikan, Megan membuka matanya menatap Deehan yang tepat di depan wajahnya. Lidahnya kelu tak sanggup berkata-kata.

“Ini yang ketinggalan,” Bisik Deehan.

cw // mature content , cheating

Alula turun dari mobilnya setelah memarkirkannya di pelataran parkir di gedung kantor suaminya, Gavra. Ia membawa tas bingkisan yang berisi kotak bekal yang sudah ia siapkan sebelum berangkat mengantar kedua anaknya ke sekolah. Alula melangkahkan kakinya memasuki lobby kantor Gavra dan berjalan menuju meja resepsionis nya untuk menanyakan apakah Gavra ada jadwal meeting atau tidak.

Setelah memastikan Gavra sedang tidak sibuk, Alula segera naik lift menuju lantai 20 tempat dimana ruang kerja Gavra berada. Selama menunggu lift membawanya naik ke atas, ia tersenyum kecil memperhatikan bingkisan kotak bekal yang ia bawa. Berhubung sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengan suaminya dan Alula benar-benar merindukan Gavra.

Ting!

Bunyi dentingan lift telah berbunyi, menandakan bahwa lift nya sudah sampai di lantai yang ia tuju. Lantai 20 cukup sepi hanya ada 3 ruangan yang tertutup yang salah satunya ruang kerja Gavra yang berada di ujung lorong, hampir tidak terlihat. Ia tersenyum kepada salah satu karyawan yang berlalu lalang sambil melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Gavra yang sudah sangat ia hafal posisinya, karena tak jarang Gavra juga mengajak Sang istri untuk menemaninya.

Anghh..anghh! Terus sayanghhh ahhh!

Suara desahan perempuan memekakan telinga Alula yang membuat langkahnya langsung terhenti. Tangannya yang baru saja hendak membuka pintu ruangannya pun terpaksa ia turunkan kembali mendengar suara yang sangat amat tidak senonoh didengar di tempat umum seperti ini masuk ke dalam indra pendengarannya. Alula menelan salivanya sulit, tangannya bergetar hebat berusaha menahan tangisannga yang sudah berkumpul di pelupuk matanya.

Ia memegangi gagang pintunya dan sedikit mendorongnya agar terbuka sedikit, Alula tidak ingin masuk hanya ingin melihat apakah benar suaminya berselingkuh atau tidak. Alula mengintip dari balik pintu, dan melihat siapa yang melakukan hal senonoh di dalam kantor seperti ini. Reflek menutup mulutnya karena keterkejutannya melihat Gavra dan Mela, sekretaris barunya sedang berhubungan serta bercumbu panas di atas sofa ruangan Gavra.

Air mata Alula lolos membasahi pipinya, lalu ia segera berlari menuju lift setelah kembali menutup pintunya. Ia memegangi tas bingkisan yang harusnya di berikan untuk suaminya namun ia urungkan. Alula segera masuk ke dalam lift dan menumpahkan tangisannya dengan kuat berhubung tidak ada siapapun di dalam lift. Ia tidak peduli dengan CCTV yang mengawasinya.

“Gila! Manusia paling menjijikan itu suami gue sendiri, Lul lo sadar dong,” gumamnya di tengah tangisannya.

“Brengsek! Kunci kek pintunya bajingan!”

Alula harus berhenti menangis dan mengembalikan wajah cerianya karena setelah ini ia harus makan siang dengan ibu mertuanya, yang tidak lain ibu dari Gavra.

You better go to hell, Mela.

cw // mature slightly , kissing

Sesampainya di rumah Gavra memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya, ia segera turun dari mobil dan melangkah dengan terburu-buru masuk ke dalam rumah. Setelah melepaskan sepatunya ia segera berjalan ke arah kamarnya dengan Alula.

Ia memutar kenop dan membuka pintunya, menampilkan Alula yang menggunakan Lingerie gown berwarna hitam mengkilap duduk di depan meja rias. Sadar akan keberadaan Gavra yang mematung di ambang pintu kamar, Alula menoleh dan menaikkan satu alisnya heran karena Gavra yang menatapnya tak berkedip

Why are you looking at me like that? Is it weird?” Alula bertanya sambil merapikan meja riasnya yang cukup berantakan.

It almost 6 years, dan aku masih tetep gabisa berkata apa-apa kalo kamu pake baju ini,” ucap Gavra sambil melangkah masuk ke dalam kamar setelah menutup pintu kamarnya, lalu ia duduk di tepi kasur.

Alula berdiri dari kursi yang ia duduki dan berbalik badan menghadap Gavra yang duduk seperti foto yang tadi ia kirimkan lewat pesan. Alula melangkah perlahan menghampiri Gavra, namun dengan cekatan Gavra meraih lengan Alula dan menariknya duduk di atas pangkuan. Alula membelalakan matanya terkejut saat ia berhasil duduk di atas paha suaminya itu.

Gavra melingkarkan satu tangannya di pinggang Alula yang terlihat ramping walaupun sudah memiliki satu anak. Ia tetap menjaga berat badannya dengan baik. Alula melingkarkan kedua tangannya di leher Gavra dan menatap Gavra lekat-lekat.

And now you have your seat back, baby.” Gavra berbisik dan perlahan mengecupi leher putih nan mulus milik Alula. Membuat kupu-kupu di perut Alula mulai berterbangan.

Alula meremas pelan rambut Gavra, memejamkan matanya menikmati setiap kecupan yang Gavra berikan di leher serta bahunya. Gavra menyingkirkan rambut panjang Alula agar memberi kebebasan untuk aktivitasnya di leher Alula.

“Aily udah tidur kan?” Gavra bertanya dengan suara rendahnya, membuat Alula merinding mendengarnya. Alula mengangguk menanggapi pertanyaan Gavra tanpa mengeluarkan suara.

Gavra menangkup pipi kanan Alula dan langsung menempelkan bibirnya dengan bibir ranun Alula. Bibirnya menyapu permukaan bibir Alula dengan lembut, melumat setiap inci bibir Alula hingga tak ada yang tersisa. Alula pun mulai membalas ciuman Gavra perlahan, tidak menuntut. Jemari lentiknya menyisiri rambut Gavra yang mulai panjang.

Ia menekan tengkuk Alula guna memperdalam lumatannya. Lenguhan pelan keluar dari mulut Alula saat Gavra yang menggigit-gigit kecil bibirnya. Tangan Gavra terulur menurunkan tali Lingerie gown di bahu kanan nya, membuat bahu mulus dengan satu tattoo yang menjadi spot favorit Gavra itu terekspos. Tak hanya satu tali yang Gavra turunkan namun keduanya, membuat tubuh bagian atas Alula sedikit terbuka.

Ciuman Gavra mulai turun ke rahang dan menghujani leher Alula dengan kecupan-kecupan ringan. Sesekali membuat tanda kemerahan disana. Gavra mengeratkan lingkaran tangannya di pinggang Alula membuat Alula semakin mendempet ke badannya.

Alula perlahan menarik kaos hitam yang digunakan Gavra ke atas untuk melepaskannya, lalu melemparnya ke sembarang arah. Alula mengusap dada bidang Gavra yang sudah tidak lagi tertutup sehelai kain. Gavra menghentikan aktifitasnya lalu membiarkan Alula yang mulai mengecupi rahang tegas Gavra serta lehernya.

Naughty baby, huh?” ucap Gavra dengan suaranya yang semakin rendah.

Alula pun tak mau kalah, ia memberikan beberapa tanda kemerahan di leher serta bahu kekar Gavra, membuat Gavra kewalahan dibuai istrinya. Gavra yang sudah tak tahan lagi menahan sesuatu dibawahnya pun langsung mengangkat badan Alula dan memutar posisinya sambil menjatuhkan badan Alula di atas kasur. Ia langsung naik dan menindih badan Alula yang masih saja terlihat mungil di mata Gavra.

Gavra kembali menciumi leher Alula serta Tattoo di bahunya. Ia semakin menurunkan tali Lingerie gownnya sehingga bagian dada Alula yang tidak tertutup apapun itu terekspos. Ciumannya pun turun ke bagian dada Alula dan ia memberi tanda kemerahan juga disana.

“AYAH!! IBU!!!” panggil seorang anak perempuan sambil membuka pintu kamarnya.

“AILYYYY!!!!” Gavra dan Alula sama sama berteriak dan segera memisahkan diri.

“Ayah sama ibu lagi ngapainnn ih?” Tanya Aily yang masih berdiri di ambang pintu.

Gavra dan Alula sama-sama merapikan pakaiannya. Gavra mengambil kaos hitamnya yang tergeletak di lantai lalu langsung mengenakannya dan langsung menghampiri Aily. Gavra menggendong Aily keluar dari kamarnya lalu menoleh sekilas ke arah Alula yang menutup rapat bibirnya.

Tomorrow I will make you unable to walk, my wife,” Gavra berbicara dengan penuh tekanan sebelum mengantarkan Aily kembali ke kamarnya.

Grow Old With Me, Will You?

cw // kissing

Sepulangnya dari rumah sakit, Gavra mengajaknya berkeliling Kota Bandung terlebih dahulu. Walaupun hanya di dalam mobil, karena ia tidak mengizinkan Alula untuk berjalan kaki terlalu lama jadi hanya duduk manis di dalam mobil menikmati pemandangan dari dalam mobil saja. Alula tidak menolak dan mengikuti apa yang dilarang oleh Gavra, toh ia masih berstatus sebagai suaminya.

Perlahan Gavra melipir ke tepi jalanan yang tidak cukup ramai, Alula yang kebingungan menoleh menatap Gavra dengan tatapan bingung. Gavra melepas sabuk pengamannya dan merubah posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Alula di samping kirinya.

“Kenapa? Kok berhenti disini?” Alula bertanya dengan nada bingung. Gavra perlahan mengulurkan tangannya dan meraih tangan kanan Alula dan mengusap-usap punggung tangannya lalu mengecupnya.

“Bareng sama aku terus sampai tua ya? Maaf aku belum bisa kasih kebahagiaan buat kamu dan malah kasih kamu banyak luka. Terima kasih udah bertahan selama ini sama anak kita, aku sayang banget sama kamu, Lul. Tolong jangan pergi tinggalin aku,” Gavra menunduk seperti memohon sambil menangkup tangan kanan Alula dengan kedua tangannya. Perlahan bahunya pun bergetar, Gavra menangis sesegukkan.

“Hey? Kok nangis sih? Aku ga akan pergi ninggalin kamu lagi mas, maaf keputusan aku untuk pergi kemarin nyakitin kamu. Aku tau aku egois dan mementingkan diri sendiri. Penyebab luka buat aku kan bukan kamu, kamu sumber kebahagiaan aku ditambah anak kita nanti. Grow old with me, will you?” Alula mengusap rambut dan punggung Gavra berusaha menenangkan.

Gavra menegakkan kepalanya dan menatap mata Alula lamat-lamat. Ia menangkup pipi kanannya dan mengusap-usap nya lembut. Alula membalas tatapan mata Gavra yang memerah akibat menangis, ia mengulurkan tangannya mengusap jejak air mata di pipi Gavra dengan ibu jarinya. Perlahan Gavra mempersempit jarak diantara wajahnya dengan Alula, semakin dekat hingga Alula dapat merasakan deru nafas Gavra menyapu permukaan kulit wajahnya. Detak jantung keduanya yang berdegup lebih cepat dari biasanya pun dapat mereka rasakan masing-masing.

Of course I will, you already know the answer baby,” Gavra berbisik sebelum akhirnya bibirnya menyentuh bibir tebal Alula.

Alula memejamkan matanya sambil meneteskan satu bulir air mata yang sedari tadi sudah ia tahan di pelupuk matanya. Tangannya beralih melingkar di leher Gavra dan mulai membalas lumatan lembut yang Gavra berikan di bibirnya. Keduanya saling menautkan bibir dengan lumatan-lumatan lembut saling menyalurkan rasa rindu yang sudah tertahan selama ini.

Gavra mengulurkan tangan kirinya mengusap perut buncit Alula tanpa melepaskan tautan nya. Ciuman lembut perlahan berubah menjadi ciuman yang lebih dalam dan menuntut. Gavra lebih menekan kepalanya membuat Alua sedikit kewalahan mengimbangi ciuman Gavra. Elusan Gavra perlahan naik ke arah dada sintal Alula dan membuka dua kancing teratas dari blouse Alula. Alula menepuk bahu Gavra saat pasokan oksigen di paru-parunya menipis agar melepaskan ciumannya. Gavra yang mengerti isyarat Alula pun langsung melepaskan tautan nya dan beralih memberikan kecupan ringan pada rahang hingga leher Alula.

“Eumhh..Gav ini dimobil,” lenguhan pelan pun sudah tidak bisa di tahan lagi oleh Alula.

Gavra tidak menggubris perkataan Alula dan tetap melanjutkan aktifitasnya pada leher putih Alula yang polos, ia dengan cepat memberikan tanda kemerahan yang cukup banyak di leher Alula. Sudah menjadi kebiasaan Gavra jika melihat leher Alula yang bersih dan mulus itu. Alula menggigit bibir bawahnya dan meremas kuat bahu Gavra saat ciumannya turun hingga ke dadanya yang sudah terbuka.

“Sayang..kita diluar loh,” Alula berbicara dengan nada pelan lalu ia kembali menggigit bibir nya saat tangan kekar Gavra meremas dadanya pelan.

Gavra menghentikan aktifitasnya dan menegakkan kepalanya dan menatap ke arah bibir Alula yang digigit sehingga terlihat membengkak. Ia kembali menarik tengkuk Alula dan mencium bibirnya perlahan. Gavra kembali memberikan lumatan hingga menimbulkan benang saliva diantara kedua bibir mereka. Perlahan Gavra melepaskan ciumannya dan mengecup hidung Alula singkat.

Don’t bite your lips, It’s my job. I'll continue when we’re get home,” Gavra mengusap pipi Alula dan kembali mengacingkan blouse Alula yang terbuka.

“Aku lagi hamil mas!!!”

Maafkan, Ibun

Tidak memakan waktu lama untuk sampai di Kota Bandung, karena perjalanan yang lancar dan sepi akan kendaraan. Gavra memarkirkan mobilnya di rumah sakit dimana Ibun di rawat. Selama perjalanan Gavra menceritakam dari awal kenapa Ibun bisa sakit hingga sekarang, dan juga Alula yang menceritakan tumbuh kembang calon buah hatinya di kandungan selama mereka berdua berpisah.

“Yuk, turun? Kamu tunggu sini biar aku bukain pintunya ya?” Gavra segera turun dari mobil dan berjalan ke pintu mobil sisi sebelah kiri untuk membukakan pintu Alula.

“Alay banget kamu, orang aku bisa sendiri,” Alula mencibir Gavra yang sedang mengulurkan tangannya. Ia menerima uluran tangan Gavra dan turun dari mobil perlahan.

“Nanti tangan kamu capek, sini tas nya juga aku yang bawa. Berat kasian kamu sama bubboo,” Gavra menggenggam tangan Alula setelah menutup pintu mobil dan mengambil alih tas milik Alula dan membawanya.

“Serius kamu lama ditinggal jadi alay gini kah? Aku ga kenapa-napa ih,” Alula membalas genggaman tangan Gavra dan mengikuti Gavra masuk ke dalam rumah sakit menuju ruang rawat Ibun. Gavra hanya terkekeh menanggapi Alula.

Mereka berdua berjalan menujur ruang perawatan Ibun sambil bergandengan tangan menyusuri lorong rumah sakit yang cukup ramai. Alula memperhatikan tangannya yang digenggam oleh Gavra, dan sedikit tersenyum saat Gavra mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya.

Sesampainya di depan pintu ruang perawatan Ibun, Gavra segera membuka pintunya dan menuntun Alula untuk masuk ke dalam. Alula menghirup udara dalam-dalam dah menghembuskannya perlahan sambil berjalan masuk ke dalam ruang perawatan mengikuti Gavra dari belakang.

“Nak Alula, udah dateng.. Sini nak, ibun dari tadi udah nungguin kamu,” Sapa Ayah Gavra sambil menghampiri Alula. Gavra sudah melepaskan genggaman nya memberi ruang untuk Alula bertemu dengan Ibun.

Alula menoleh ke arah Gavra memberikannya tatapan penuh arti, Gavra mengerti apa yang Alula pikirkan dan hanya tersenyum menanggapinya, mengangguk kecil memberi isyarat untuk Alula berbicara dengan Ibun. Alula mengangguk mengiyakan isyarat Gavra dan berjalan menghampiri Ibun yang terbarung di ranjang rumah sakit.

“N-nak Alula..” panggil ibun dengan suara serak sambil berusaha bangun dari ranjang nya.

“Ga usah bangun, Bun. Tiduran aja, biar Alula duduk disini,” Dengan sigap Alula membantu ibun untuk kembali tiduran.

Alula duduk di samping ranjang rumah sakit yang ibun tiduri, lalu tersenyum tipis menatap ke arah ibun. Perlahan ibun mengangkat tangan kanan nya dan mengulurkan nya ke arah perut buncit Alula. Menyadari akan itu, Alula membantu tangan Ibun untuk menyentuh perutnya membiarkan ibun mengusapnya dengan lembut.

“C-cucu pertama i-ibun, sehat-sehat ya n-nak, maafkan ibun,” Ucap ibun terbata-bata sambil meneteskan air matanya, perlahan membasahi pipinya yang tampak tirus.

“Alula udah maafin ibun. Jadi kalo mau ketemu sama cucu pertama ibun, cepat sehat ya bun?”

Ini Ayah, Nak

Gavra menekuk lututnya dan menjadikan gundukan tanah di hadapannya menjadi tumpuannya. Perlahan ia menyiram mulai dai batu nisan hingga ujung badan makam tersebut dengan air mawar yang wanginya menusuk indra penciumannya. Tak lupa ia menaburkan bermacam-macam bunga di atas gundukan tanah tersebut.

“Selamat ulang tahun, Bunda.” lirih Gavra dengan suaranya yang sedikit bergetar menahan tangisannya yang sudah di pelupuk mata.

Ia mengusap baru nisan yang cukup berdebu itu dan membersihkannya dengan sisa air mawar. Air matanya jatuh ke atas tanah, Gavra menangis. Ia menunduk sambil memegangi batu nisan milik kuburan Bunda Alula. Gavra menumpahkan semua kesedihan yang ia tahan selama menunggu Alula.

“Maafin Gavra, Bun. Gavra gagal bahagiain anak perempuan bunda satu-satunya,” Gavra menatap nanar batu nisan di hadapannya sambil mengusapnya perlahan.

“Gavra?” panggil seorang perempuan dari belakang. Gavra pun langsung menoleh ke arah sumber suara yang sangat ia kenal. Gavra membelalakan matanya melihat perempuan yang kini berdiri di hadapannya dengan perur buncitnya yang terlihat menonjol dari kaosnya.

“Alula?” Gavra langsung berdiri dan mendekati Alula yang muncul tiba-tiba.

Alula tersenyum tipis dan mengangguk-angguk perlahan menatap Gavra yang menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Gavra menarik lengan Alula dan langsung membawanya ke dalam dekapannya. Gavra memeluk Alula sangat erat dan mengusap usap rambut panjang Alula.

“Jangan kenceng-kenceng peluk nya, mas. Perut aku,” Alula berbicara dengan susah payah karena Gavra memeluknya sangat erat. Ia menyadari bahwa perut buncit Alula menekan perutnya dan langsung melepaskan pelukannya.

Gavra menyeka air matanya dan langsung menunduk menghadap perut buncit Alula. Ia mengusap-usap perlahan perut Alula dan mengecupnya lembut. Alula yang memperhatikan Gavra pun tak kuasa lagi menahan air matanya. Ia sadar bukan hanya ibun yang meninggalkan luka untuk Gavra, tapi juga Alula yang pergi meninggalkannya.

“Ini ayah, Nak.” ucap Gavra di sela-sela kecupannya pada perut Alula.

Alula mengulurkan tangannya mengusap rambut Gavra yang terlihat lebih panjang dari biasanya. Gavra kembali menegakkan badannya dan menangkup wajah Alula dengan kedua tangannya, ia mengusap-usap pipi Alula kemudian mengecup keningnya lembut. Tak lama terdengar suara deheman lelaki dewasa yang membuat Gavra dan Alula sama-sama tersentak.

“Ehem! Sorry ganggu nih,” ucap Tama sambil berjalan mendekat ke arah Gavra dan Alula.

“Gav, ini Tama. Adiknya bunda yang paling kecil, aku tinggal sama dia selama di LA,” Alula memperkenalkan Tama kepada Gavra. Gavra mengangguk dan menjabat tangan Tama.

“Maaf aku gabisa lama-lama mas, tadi aku udah ke makam bunda sebelum kamu eh aku liat kamu dateng jadi aku samperin. Aku harus pulang dulu, karena aku juga baru sampe Jakarta. I’ll text you later,” Alula berpamitan sambil memegang lengan Gavra.

Can I hug you, just one more time?” Gavra melangkah mendekat dan mengulurkan tangannya menggenggam tangan Alula. Alula pun mengangguk mengiyakan.

Dengan cepat Gavra memeluk Alula dan mengecup pipinya sekilas. Gavra memeluknya sebentar dan mengusap pipi Alula setelah melepaskan pelukannya.

“Terima kasih sudah bertahan, Lul,”

Malam Panjang

Mendengar suara mesin mobil memasuki pekarangan rumahnya, Alula buru-buru mengenakan lipstain yang baru saja dikirim sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Ia melepaskan ikat rambutnya dan membiarkan rambut panjangnya tergerai. Alula segera keluar dari kamarnya setelah menyemprotkan sedikit parfum di tubuhnya menuju pintu utama rumahnya untuk menyambut Sang Suami yang pulang.

Saat ia membuka kan pintu, Gavra sudah berdiri tegak di hadapannya baru saja ingin mengetuk pintunya. Gavra tersenyum ke arah Alula sambil memperhatikan istrinya dari ujung kaki hingga ujung kepalanya tanpa berkedip.

“Kenapa kok gitu banget ngeliatinnya? Aku jelek ya?” tanya Alula mendapati Gavra yang sedang mengamatinya lamat-lamat.

Are there words that can describe more than beautiful? If so, it's you,” matanya menggelap saat Gavra berbicara itu pada Alula.

Gavra langsung mengulurkan tangannya ke pinggang ramping milik Alula dan menariknya lebih dekat. Tanpa basa-basi, Gavra langsung menempelkan bibir nya dengan bibir tebal Alula dan melumatnya lembut. Ia tidak peduli ada yang melihat atau tidak karena pintu rumah yang masih terbuka, yang ia mau malam ini hanya Alula.

Tangan Alula pun dengan berani menggantung di leher Gavra sambil ia mengusap-usap rambut Gavra. Alula mulai mengimbangi ciuman Gavra dengan perlahan walaupun ia sedikit kewalahan. Gavra menutup pintu rumahnya dengan kakinya yang panjang, lalu perlahan ia mengangkat badan Alula dan menggendongnya seperti bayi koala tanpa sedetikpun melepaskan ciumannya.

Gavra membawanya ke arah dapur, lalu ia menduduki Alula di meja Pantry. Lumatan lembut berubah menjadi lebih menuntut, membuat Alula semakin kewalahan dibuatnya. Alula masih berusaha mengimbangi lumatan-lumatan Gavra dan membuat benang benang saliva diantara keduanya. Keduanya mulai mengeluarkan lenguhan kecil membuat suasana semakin panas.

Gavra sesekali menggigit bibir bagian bawah Alula, membuat Alula mencengkram kuat bahu Gavra. Pasangan suami istri itu terus bercumbu dengan panas di tambah hanya ada mereka dalam rumah itu, membuat mereka semakin leluasa melakukan apapun berdua dimanapun mereka mau. Merasa pasokan oksigen di paru-paru mulai menipis, Gavra melepaskan tautannya perlahan.

The air is yours, baby,” Gavra berbisik sambil menyatukan dahi mereka.

Alula langsung menghirup dalam-dalam udara dan mengatur napasnya yang tidak beraturan. Sedangkan Gavra tidak mau melewatkan kesempatan, ciumannya turun ke leher jenjang nan mulus milik alula sambil memberikannya beberapa tanda kemerahan, tangannya pun tidak ia tinggal diam ia gunakan untuk mengelus-elus paha mulus Alula hingga dress mini nya sedikit tersingkap.

“Gav jangan banyak-banyak kasih tandanya, aku besok ada acara,” Alula berbicara dengan nada pelan sambil memejamkan matanya menikmati aktivitas Gavra di lehernya.

“Kamu inget pertama kali aku bikin tanda di leher kamu? Mulai sejak itu, aku tandain kamu cuma milik aku. Dan sampe seterusnya, you’re mine.” Gavra menghentikan aktivitas di leher Alula saat berbicara, tatapannya tajam menatap manik mata Alula, membuat Alula sedikit merinding. Alula hanya bisa mengangguk menanggapi pernyataan Gavra.

“Biar semua orang tau, kamu udah jadi milik aku,” Bisik Gavra lagi sambil ia kembali menghujani leher mulus Alula.

Gavra perlahan menggendong Alula lagi dan membawanya ke kamar. Sesampainya di dalam kamar Ia langsung menjatuhkan badan Alula di atas kasur dan menindihnya. Alula kembali mengalungkan kedua tangannya di leher Gavra dan membalas ciuman Gavra yang semakin dalam.

Lipstain nya bagus, terbukti ga luntur babe. Kalo abis, bilang ya? Biar aku beliin lagi, bibir kamu jadi lebih manis. Aku suka,” Gavra menatap wajah Alula yang berada di bawahnya dan mengusap pipinya lembut.

Tangannya perlahan menurunkan tali dress dari bahu Alula sambil mengecupi rahang milik Alula hingga ke bahunya. Tattoo berbentuk bunga menjadi spot favorit nya, karena tattoo tersebut yang dibuat ketika mereka berbulan madu di Jerman, membuat Alula terlihat lebih seksi.

Setelahnya, mereka melewati malam panjang yang membahagiakan keduanya.

Good Luck

Tiga puluh menit sudah Alula menunggu kedatangan Kadip yang mengajaknya bertemu kemarin. Alula bolak-balik memeriksa jam tangannya dan menoleh ke arah pintu cafe menunggu kedatangan Kadip. Beberapa kali Alula menghembuskan napas berat, mood nya seketika memburuk. Setelah sekian lama, terdengan suara derap langkah terburu-buru memasuki cafe. Alula menoleh ke arah sumber suara tersebut. Ya, benar saja ia adalah Kadip yang sedang berjalan terburu-buru menghampiri Alula.

Sorry banget, tadi macet. Lo udah nunggu lama ya? Sorry,” Ucap Kadip sedikit merasa bersalah dan lang menempati kursi kosong di hadapan Alula.

“Lama, gue ga bakal mau ketemu lo lagi. To the point aja, ada apa?” tanya Alula langsung ke intinya.

“Sebelumnya gue mau minta maaf soal apa yang terjadi sama lo, gue udah dikasih tau sama ibun kalo akhirnya lo nurutin kemauan ibun buat cerai sama Gavra, makasih ya? Karena anak ini juga butuh ayah,” Kadip menjawab dengan lugas sambil menatap lurus ke arah Alula di hadapannya.

Alula mengambil gelas minumannya dan meminumnya perlahan-lahan sambil mengangguk-nganggukkan kepalanya. Setelah meletakkan kembali ke atas meja, Alula melipat kedua tangannya dan menyilangkannya di depan dada.

“Lo yakin? Itu anak Gavra?” Alula bertanya memastikan. Kadip mengangguk tanpa ragu.

“Sebenernya gue yakin lo tau sih, cuma emang sengaja aja pengen komporin permasalahan rumah tangga gue. Alias nyenggol. Kalo lo emang mau rusak rumah tangga gue, lo salah orang sih, Dip.” Alula menyandarkan badannya pada kursi sambil berbicara dengan nada santai pada Kadip.

“Maksud lo?” Kadip menegakkan badannya dan bertanya.

“Gue ga ngerti lo pura pura bego atau emang bego beneran, Dip. Gue tau semua apa yang Gavra lakuin, sama siapa dia ketemu, dia kemana aja. Gue percaya sepenuhnya sama dia, dan dia jaga kok kepercayaan gue. Gue sih ketawa aja liat lo kaya gini, bahkan hotel yang lo pake waktu lo mabok dan nelfon Gavra buat jemput, segala nomor laki gue lo jadiin emergency call itu hotel punya perusahaan ayahnya Gavra. So, dia bisa akses cctv atau apapun lah yang bisa nguatin bukti kalo itu bukan anak dia, lo salah orang Dip,” Alula terkekeh kecil di sela-sela perkataannya.

Kadip terdiam mendengar penjelasan panjang lebar yang dituturkan Alula. Kadip mulai merasa gugup sambil meremas tangannya sendiri. Alula memperhatikan gerak-gerik Kadip dan hanya tersenyum tipis. Alula kembali duduk tegak dan mengambil minuman yang ia pesankan untuk Kadip.

“Kadang lo harus ada di posisi gue dulu, biar tau rasanya. Sebenernya gue ga peduli sih, karena yang gue peduliin cuma harga diri. Kadang perempuan itu ga punya apa apa selain harga diri, dan itu yang harus lo pertahanin. Nih gue kasih tau, ini minuman lo. Gue pesenin tadi.” Alula mengangkat gelas minuman milik Kadip dan mengarahkan ke depan Kadip.

Baru saja Kadip ingin menerima gelas yang Alula berikan kepadanya, namun gelas itu langsung meluncur jatuh di atas pahanya membuat minuman tersebut membasahi bagian bawah baju Kadip.

Ups, sorry. Tangan gue licin, tandanya lo ga boleh sembarangan pegang barang punya orang lain. Lo coba nonton Layangan putus atau The World of Marriage deh, lo butuh kayaknya buat belajar.” Alula merapikan tas nya sambil berbicara dengan Kadip yang sibuk membersihkan pakaian nya.

“Maksud lo apa sih?! Gila ya lo!” Kadip merengut kesal. Alula berdiri dari kursinya dan membungkukan badannya mendekati Kadip seperti ingin membisikkan sesuatu.

“Gue saranin, mending lo ngaku ke ibun sekarang sebelum telat atau lo nanti malu seumur hidup di depan banyak orang yang lo kenal. Good luck,” bisik Alula di dekat telinga Kadip, sebelum ia melenggang pergi meninggalkan tempat tersebut.

Seutuhnya

Mata Ghaizka menyusuri sekeliling daerah tempat dimana Genta mengajaknya untuk bertemu. Ia kembali membuka ponsel nya untuk mengirim pesan untuk Genta lagi, karena yang ditemui belum menunjukkan batang hidung nya. Ghaizka menghela napas kasar lalu mengusap wajahnya.

“Ghaizka!!” Panggil dari orang yang ia tunggu, Ghaizka langsung berbalik badan ke arah sumber suara sambil memasukkan ponsel nya ke dalam tas nya. Lalu Ghaizka menghampiri Genta yang baru saja keluar dari sebuah restoran ia pikir.

“Mau ngapain ngajak ketemuan disini deh? mana jauh banget, gojek gue mahal.” ucap Ghaizka sedikit ngedumel di hadapan Genta yang sedang terkekeh menatap Ghaizka yang sedang ngedumel dengan wajah yang merah karena cuaca yang panas terik.

“Ini minum dulu, sambil jalan masuk.” Genta menyerahkan botol minum berisi air dingin yang langsung di terima oleh Ghaizka. Genta berjalan terlebih dahulu yang disusul Ghaizka yang sambil meminum air dari botol minum yang di berikan oleh Genta barusan.

Genta menoleh sekilas menatap Ghaizka yang masih meminum air yang ia berikan, lalu menampilkan senyum miring saat ia mengalihkan pandangan nya kedepan sambil terus melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam gedung tujuannya. Ghaizka menghabiskan air minum yang Genta berikan barusan. Namun, seketika ia merasa perutnya sangat terasa aneh.

“Taa.. Genta..” Panggil Ghaizka dengan nada pelan. Genta pun menghentikan langkahnya dan menoleh berbalik badan menghadap Ghaizka yang berdiri di hadapan nya. Ghaizka pun mulai terlihat pucat dengan keringat dingin yang membasahi pelipis nya.

“Ini lo ngasih gue minum apaan sih? Kok gue langsung ga enak gitu badan gue deh? Panas banget rasanya,” ucapnya dengan nada pelan. Nafas Ghaizka pun mulai tidak beraturan. Genta pun nampak khawatir lalu langsung mendekat ke arah Ghaizka.

“Hah? itu air mineral biasa kok. Ga enak gimana badannya? yaudah istirahat di dalem aja,” Ucap Genta dengan nada khawatir lalu langsung menggendong Ghaizka Bridal Style dan membawanya masuk ke dalam gedung tersebut.

Ghaizka pun mulai merasakan pandangan nya yang mulai kabur dan hanya bisa menatap bayang bayang Genta yang menggendong nya sambil membawanya masuk. Tubuhnya mulai berkeringat dan Ghaizka pun mulai menggeliat di gendongan Genta karena tubuhnya yang terasa sangat panas. Ghaizka meremas baju kemeja milik Genta, namun di hiraukan oleh Genta.

Genta pun membawa Ghaizka masuk ke dalam ruangan kosong bernuansa merah yang merupakan ruangan yang Genta sewa untuk bertemu dengan Ghaizka. Genta pun menidurkan badan Ghaizka di atas sofa panjang disana. Ghaizka yang masih setengah sadar pun sedikit kebingungan dan berusaha berontak saat menyadari Genta yang berada di atasnya.

“Taa.. Lo ngapain sihh?” tanya Ghaizka dengan nada lirih karena tubuh nya yang sangat lemas dan panas efek minuman yang di berikan Genta tadi yang di campur oleh obat perangsang. Genta hanya tersenyum dan menindih badan Ghaizka dan menahan kedua tangan nya agar berhenti berontak. Genta pun kembali menampilkan seringaian nya sambil mencengkram pergelangan tangan Ghaizka.

“Gue cuma mau milikin lo seutuhnya aja kok, lo murahan jadi jangan sok jual mahal sama gue,” ucap Genta dengan sedikit penekanan di setiap perkataan nya. Ghaizka pun meneteskan air matanya setelah mendengar jawaban Genta. Ia berusaha berontak melepaskan pegangan Genta di pergelangan tangan nya, namun tenaga nya tidak mampu untuk melawan Genta di tambah efek obat yang membuatnya lemas.

“Gue gabakal main kasar kalo lo diem, cantik..” ucap Genta dengan nada lembut sambil mengusap pipi kanan Ghaizka dengan sangat lembut. Bukannya menenangkan malah semakin membuat Ghaizka semakin ketakutan. Ghaizka hanya bisa menangis karena ia pun tidak bisa berontak.

Hanif, please..Gue mohon tolongin gue.

tanpapena

Bekal Pertama

Ghaizka menatap bekal yang akan diberikan untuk Hanif pagi ini, sebelum ia menutup kotak makan nya. Ia tersenyum tipis menatap mahakarya nya yang membuat Bi Minah, ART dirumahnya geleng-geleng kepala karena dapurnya yang seperti kapal pecah. Ghaizka menutup kotak makan tersebut dan memasukkan nya ke dalam Tote bag miliknya. Ghaizka menoleh ke arah Bi Minah dan tersenyum lebar.

“Bi, jangan bilang bunda ya? hehe.. ” ucapnya dengan nada pelan takut membangunkan bunda nya yang masih tertidur. Ghaizka lalu langsung berjalan ke arah teras rumah untuk mengenakan sepatu dan segera berangkat ke sekolah.

Pagi ini Ghaizka berangkat menggunakan ojek online, karena teman nya sudah mempunyai antar jemputnya masing masing. Sedangkan sopir kepercayaan keluarga Ghaizka pun masih cuti. Terpaksa ia harus menggunakan ojek online agar sampai di sekolahnya. Ojek online yang barusan ia pesan pun sudah datang, lalu ia segera naik untuk berangkat ke sekolahnya.

Sesampainya di depan gerbang sekolah ia berdiri untuk menunggu kedatangan Sastra yang akan di pintai tolong untuk menyampaikan bekal untuk Hanif yang ia siapkan. Saat matanya memindai keadaan sekeliling, pupil matanya jatuh pada pemandangan lelaki berperawakan tinggi yang menjadi favorit nya akhir-akhir ini. Ya, Hanif. Lelaki yang spesial menurutnya. Hanif baru saja turun dari mobil nya dan berdiri di depan halte samping gerbang sekolahnya yang berseberangan dengan sekolah Ghaizka

Ghaizka langsung melambaikan tangan nya dengan semangat berharap Hanif menyadarinya. Sang Objek pun menyadari nya dan membalas tatapan mata milik Ghaizka sekilas lalu langsung melenggang pergi masuk ke dalam area sekolahnya. Ghaizka menekuk wajahnya karena melihat respon Hanif barusan. Lalu Ghaizka mengalihkan pandangan nya menatap Sastra yang membonceng sahabatnya, Abey.

“Akhirnya lo dateng juga, lama banget sih.. tar bekel nya keburu dingin tau. Nih, gece kasih ke Hanif jangan lempar ke siapa siapa kalo ga dikasih awas aja lo,” oceh Ghaizka kepada Sastra saat menghampiri ke pasangan tersebut, lalu menyerahkan tote bag yang berisi kotak makan untuk Hanif itu.

“Buset dah ges, ini gua baru aja sampe belom juga napas udah lo sembur aje. Iya iya langsung gua kasih, tar gua kabarin apa pap orang nya ye,” ucap Sastra pasrah sambil menerima tote bag yang Ghaizka berikan.

“Makasih ya Sastra, gue restuin deh lo sama bestie gue. Dah yaa gue masuk byee,” ucah Ghaizka berpamitan kepada Sastra yang disusul oleh sahabatnya Abey.

Ghaizka menggandeng tangan Abey sambil berjalan menyusuri area lorong sekolah yang ramai akan siswa siswa yang baru datang. Abey pun menatap ke arah Ghaizka yang terlihat sumringah.

“Lo sesuka itu sama Hanif? inget ya ges, jangan sampe lo di bego begoin. Suka boleh, tapi harus pinter pinter. Jaga harga diri lo, kalo emang dia udah nunjukkin dia ga tertarik sama lo, udah. Tinggalin ya? lo cantik ges, sayang kalo lo jadi bego.” ujar Abey sambil memperhatikan Ghaizka yang berjalan di samping nya. Ghaizka langsung menoleh menatap ke arah Abey sambil menampilkan senyum lebar yang menunjukkan gigi rapi nya.

“iyaa iyaa Abey sayang, gue bakal lakuin itu okeyy? Don't worry about me.” Balas Ghaizka dengan nada lembut berusaha menenangkan kekhawatiran sahabatnya tersebut. Abey hanya menggeleng geleng heran menatap respon sahabatnya ini. Lalu keduanya masuk ke dalam kelasnya bersamaan.

Sebenernya, Hanif udah nolak gue mentah mentah Bey.. Tapi gue mau berusaha dapetin hati dia. Batin Ghaizka.

tanpapena